Minggu, 04 September 2011

Memories Of Angpao Lebaran

Sudah hari Minggu, kalau dihitung-hitung sudah 328680 detik lebaran berlalu sampai saat ini tepat pukul 19.19 (kalau salah hitungannya maaf aku nggak jago matematika biarpun sudah mati-matian belajarnya..hehehhee)

Sedikit mengingat memori masa kecil dulu waktu wajahku masih imut-imut melebihi artis cilik Baim (hahahaha...percaya????). Hari-hari seperti ini adalah saat yang tepat untuk menghitung angpao yang didapat dari silaturahmi. Wah!!! Rasanya seperti dapat THR tanpa kerja, cukup salim dapat duit. Hmm betapa mudahnya mencari uang, hehhehehe mau dunkkk lebaran tiap hari (pengen.com).


Tapi kadang binggung juga duitnya mau buat apa? Mau investasi saham, nggak cukup. Mau beli pesawat, jangan ngayal dech. Mau nyogok guru biar dapet nilai bagus, kayaknya nggaklah aku takut ketahuan KPK (biar licik, pelit dan kikir tapi nggak suka korupsi...itu hukumnya HARAMMMM). 

Aku orangnya boros dan suka jajan untuk itu butuh pancingan agar aku rajin menabung. Biasanya ibu membelikan celengan dengan bentuk dan gambar yang bagus (jangan ngeres nggak ada celengan bentuknya Maria Ozawa atau Terra Patric hehhhe). 

Ingat!! Celengannya wajib imut lucu dan mengemaskan. Ini bertujuan agar anak tidak tega untuk mencongkelnya. Jujur ketika aku dibelikan celengan dengan bentuk biasa dan nggak menarik (ayam berpantat besar) sering aku membobolnya. Alasannya tak ada rasa kasihan untuk celengan sepeti itu, hehhehee maaf perike-celenganku hilang seketika. 

Yang kedua, ibu memberikan sebuah saran “Dek, uang angpaonya yang baru jangan dipakai jajan sayang lho.. mending yang udah kusut dan lama aja yang dipakai”. Ada benarnya juga, begitu otak luguku mengartikannya. Faktanya!!! Angpao lebaran pasti lebih banyak uang baru daripada uang lama jadinya dengan terpaksa aku hanya membelanjakan uang kusutku saja. Tapi dalam keadaan terpaksa aku kadang sengaja mengkusutkannya, hehhehe..(selalu ada jalan menuju warung..hihihihi)

Dan yang ketiga, ketika ke pasar atau supermarket ibu selalu memilih rute yang bebas dari benda sebangsa mainan. Rute yang ibu pilih selalu toko buku, sepatu dan alat-alat sekolah. Ketika ada barang yang kira-kira kubutuhkan ibu selalu berhenti dan melihat-lihat. “Dek tasnya bagus lho, mending duit angpaonya buat beli ini saja”. Dengan lugunya aku menyetujui saran ibu tersebut walau kadang menyesal berjam-jam setelah sampai di rumah kenapa tadi nggak beli mobil-mobilan, robot dan lain-lain.

Ibu tidak pernah melarangku beli mainan atau barang-barang yang kusukai . Beliau selalu berpikir cerdik untuk mengarahkanku pada hal yang benar-benar kubutuhkan tanpa kekerasan dan larangan yang biasanya malah membuat anak lain tertekan dan berpikir “inikan angpaoku bukan punya ibu repot amat ngaturnya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar